Sejarah Kalimantan menggambarkan perjalanan sejarah Pulau Kalimantan dimulai sejak zaman prasejarah ketika manusia ras Austrolomelanesia memasuki daratan Kalimantan pada tahun 8000 SM hingga sekarang.[rujukan?]
Daftar isi
[sunting] Zaman prasejarah
Bangsa Austronesia memasuki pulau ini dari arah utara kemudian mendirikan pemukiman komunal rumah panjang. Peperangan antar-klan menyebabkan pemukiman yang selalu berpindah-pindah. Adat pengayauan yang dibawa dari Formosa (Taiwan) dan kepercayaan menghormati leluhur dengan tradisi kuburan tempayan merupakan ciri umum kebiasaan penduduknya. Pulau Kalimantan ini dikenal di seluruh dunia dengan nama Borneo yaitu sejak abad ke-15 M. Nama Borneo itu berasal dari nama pohon Borneol (bahasa Latin: Dryobalanops camphora)yang mengandung (C10H17.OH) terpetin, bahan untuk antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper, kayu kamper yang banyak tumbuh di Kalimantan,[1][2] kemudian oleh para pedagang dari Eropa disebut pulau Borneo atau pulau penghasil borneol, Kerajaan Brunei yang ketika datangnya bangsa Eropa ke wilayah Nusantara ini nama Brunei itu dipelatkan oleh lidah mereka menjadi "Borneo"[rujukan?] dan selanjutnya nama Borneo ini meluas ke seluruh dunia. Nama Pulau ini di identikkan dengan nama Kerajaan Brunei[3] saat itu (Yaitu oleh para pedagang Arab, Eropa serta China) karena Kerajaan Brunei pada masa itu merupakan kerajaan yang terbesar di pulau ini, sehingga para pedagang dari seluruh penjuru dunia yang akan berkunjung ke Pulau ini yang ditujunya meraka adalah Kerajaan terbesar dipulau ini saat itu yaitu Kerajaan Brunei, sehingga pulau ini kemudian disebut Pulau Brunei yang oleh pedagang Eropa kemudian di pelatkan menjadi "Borneo". Nama Kalimantan dipakai di Kesultanan Banjar kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia dipakai sebagai nama Provinsi Kalimantan.
8000 SM : Migrasi manusia ras Austrolomelanesia memasuki daratan Kalimantan.
2500 SM : Migrasi nenek moyang suku Dayak dari Formosa (Taiwan) ke Kalimantan membawa tradisi ngayau.
[sunting] Zaman Pengaruh India (Agama Hindu)
Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P'ulo Chung). Para pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu yang telah mendapat pengaruh budaya India memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan untuk memenuhi permintaan pasar. Lokasi pertambangan emas berkembang menjadi pemukiman sehingga diperlukan adanya suatu kepemimpinan. Pengaruh India ditandai munculnya kerajaan tahap awal dengan pemakaian gelar Maharaja bagi pemimpin suatu kekerabatan (bubuhan) dan sekelompok orang lainnya yang bergabung dalam kepemimpinannya dalam kesatuan wilayah wanua (distrik), yang saling berseberangan dengan wanua-wanua tetangganya yang dihuni keluarga lainnya dengan dikepalai tetuanya sendiri. Gelar India Selatan warman (yang melindungi) dilekatkan pada penguasa wanua tersebut, yang kemudian memaksa wanua-wanua tetangganya membayar upeti berupa emas dan hasil alam yang laku diekspor. Klan-klan (bubuhan) mulai disatukan oleh suatu kekuatan politik yang memusat menjadi sebuah mandala (kerajaan) yang sebenarnya bukan tradisi Austronesia. Kerajaan awal ini sudah merupakan campuran ras yang datang dari beberapa daerah, tetapi di pedalaman bangsa Austronesia masih hidup dalam komunitas rumah panjang yang mandiri dan terpisah serta saling berperang untuk berburu kepala.
242-226 SM : Candi Agung di kota Amuntai didirikan, merupakan situs kerajaan pertama. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).
200 : Penduduk Nusa Kencana migrasi ke pulau Bawean selanjutnya ke pulau Jawa, sebagian melanjutkan perjalanan ke pulau Pawinian (Karimun Jawa) menuju Sumatera.
400 : Pendatang India meng-hindu-kan raja dari Kerajaan Kutai sehingga terbentuklah kerajaan Hindu pertama di Nusantara. Prasasti Yupa dan Lesong Batu oleh Raja Mulawarman menandai zaman sejarah.
525 : Suku Melayu yang sudah mendapat pengaruh India memperkenalkan sistem kerajaan kepada bangsa Austronesia di lembah sungai Tabalong yaitu suku Maanyan dan suku Bukit sehingga berdirinya Kerajaan Tanjungpuri/Kerajaan Nan Sarunai berpusat di Tanjung.
[sunting] Zaman Pengaruh Sriwijaya dan Awal Kedatangan Islam
700 : Pengaruh Kerajaan Melayu dan Sriwijaya ditandai penemuan patung Buddha Dipamkara dan batu bertulis aksara Pallawa "siddha" dari abad ke-7 di sungai Amas, Kalimantan Selatan.
745 : Kedatangan Islam pertama kali di Nusantara ditandai penemuan Batu Nisan Sandai di Sandai, Ketapang wilayah Kerajaan Tanjungpura bertarikh 127 Hijriah (745 M).
[sunting] Zaman Pengaruh Singhasari dan Majapahit
Pengaruh Singhasari terutama pada Bakulapura di barat daya Kalimantan.
1300 : Aji Batara Agung Dewa Sakti menjadi Raja Kutai Kartanegara I sampai tahun 1325. Ia mendirikan kerajaannya di Tepian Batu yang kini dinamakan Kutai Lama.
1318 : Odorico da Pordenone seorang penjelajah Italia mengunjungi Kalimantan.
[sunting] Zaman Kekuasaan Majapahit dan Awal Kesultanan Islam
1360 : Aji Maharaja Sultan menjadi Raja Kutai Kartanegara III sampai tahun 1420. Walupun raja belum memeluk Islam, dari gelarnya menunjukkan sudah munculnya pengaruh Islam.
1362 : Nan Sarunai Usak Jawa, serangan yang terulang oleh Marajampahit (Majapahit) terhadap Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Kuripan menyebabkan suku Bukit menyingkir ke pegunungan Meratus dan suku Maanyan menyingkir ke daerah yang ditempati suku Lawangan.
1365 : Nagarakretagama digubah oleh mpu PrapaƱca menyebutkan negeri-negeri di Nusa Tanjungnagara yang berada di bawah perlindungan Majapahit di bawah Patih Gajah Mada yaitu negeri-negeri Kapuas, Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kadandangan, Landa, Samadang, Tirem, Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalong, Tanjung Kutei dan Malano di pulau Tanjungpura.
1385 : Dara Juanti sebagai Raja Puteri di Kerajaan Sintang dilamar oleh Patih Logender yang berasal dari Majapahit.
1387 : Kerajaan Negara Dipa didirikan oleh Ampu Jatmika yang berasal dari Keling. Menurut Veerbek (1889:10) Keling, provinsi Majapahit di barat daya Kediri.
1400 : Baddit Dipattung, Raja Berau I dengan pusat pemerintahannya di Sungai Lati, Gunung Tabur, Berau.
1420 : Aji Raja Mandarsyah menjadi Sultan Kutai IV sampai tahun 1475. Islam datang di Kutai pada masa pemerintahannya dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan.
1425 : Syarif Ali, seorang menantu Sultan Brunei yang berasal dari Mekkah dinobatkan sebagai Sultan Brunei III sampai tahun 1432.
1429 : Bhre Tanjungpura dijabat oleh Manggalawardhani Dyah Suragharini [= Putri Junjung Buih?] puteri dari Bhre Tumapel II (= abangnya Suhita) berkuasa sampai tahun 1464.
1431 : Kota Sukadana menjadi pusat Kerajaan Tanjungpura sampai dengan tahun 1724 sejak pemerintahan Pangeran Karang Tunjung (1431-1450).
1441 : Nisan dari batu andesit ditemukan di Keramat Tujuh, Kabupaten Ketapang bertuliskan huruf Arab bertarikh tahun 1363 Saka. Bentuk nisannya berasal dari abad terakhir Majapahit.
1475 : Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya dari Paser dinobatkan menjadi Raja Kutai Kartanegara V sampai tahun 1545.
1478 : Maharaja Sari Kaburungan menjadi raja Kerajaan Negara Daha yang berpusat di Nagara. Islam datang pada masa pemerintahannya, karena seorang anaknya menikah dengan putri dari Sunan Giri.
1516 : Putri Petung menjadi Ratu Pasir sampai tahun 1567. Penguasa Pasir yang pertama ini berasal dari Kuripan (Negara Daha).
24 September 1526 : Suriansyah, Sultan Banjar I memeluk Islam diperingati sebagai Hari Jadi Kota Banjarmasin. Kerajaan yang baru berdiri ini melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha atas dukungan Kesultanan Demak.[4]
1538 : Kerajaan Tanjungpura dipimpin oleh Panembahan Baruh (1538-1550)
1545 : Aji Raja Mahkota Mulia Alam menjadi Raja Kutai Kartanegara VI sampai tahun 1610, raja pertama yang memeluk Islam.
1557 : Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet memerintah Kerajaan Tidung sampai tahun 1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.
1590 : Penguasa Kerajaan Tanjungpura memeluk Islam dengan memakai gelar Panembahan dan Giri, yaitu Panembahan Giri Kusuma dan mengubah nama kerajaan Hindu Tanjungpura menjadi Kesultanan Sukadana-Matan.
[sunting] Zaman Pengaruh Awal VOC
1600 : Oliver van Noord, pedagang Belanda datang ke Brunei.
1600 : Abang Pencin alias Pangeran Agung yang memerintah tahun 1600 – 1643 adalah Raja Sintang yang pertama memmeluk Islam.
1604 : Kerajaan Matan/Sukadana mengikat perjanjian dengan Belanda (VOC) yang menimbulkan kemarahan Raja Mataram.
14 Februari 1606 : Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, Karena perangainya yang buruk nahkoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan
1607 : 17 Juli 1607 Ekspedisi VOC dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, semua ABK dibunuh sebagai pembalasan atas perampasan kapal jung Banjar di Banten tahun 1596.
1610 : Raja Kudung memerintah Kerajaan Landak yang berpusat di Pekana, Karangan.
1612 : Kompeni Belanda menembak hancur Banjar Lama ibukota Kesultanan Banjar, sehingga ibukotanya dipindahkan ke Martapura. Kongsi Perdagangan Inggris yang diketuai oleh Sir Hendry Middleton datang ke Brunei.
1615 : Pangeran Dipati Anta-Kasuma mendirikan Kerajaan Kotawaringin, pecahan wilayah Kesultanan Banjar paling barat yang berbatasan dengan Kesultanan Sukadana-Matan.
1622 : Giri Mustika (Raden Saradewa) menantu Pangeran Dipati Anta-Kasuma dinobatkan menjadi sultan Sukadana-Matan dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin (1622-1659). Kesultanan Mataram mengirim Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal menyerang Kesultanan Sukadana-Matan, serangan ini mengkhawatirkan kerajaan-kerajaan Kalimantan akan serangan Mataram.
1626 : Produksi lada Banjar sangat meningkat, sehingga VOC berusaha untuk memperoleh monopoli lada, dan berusaha menghilangkan kejadian tahun 1612 yaitu penyerbuan Belanda terhadap kesultanan Banjar. Belanda juga meminta maaf atas perbuatannya merampok kapal kesultanan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunei 4 Juli 1626. Perdagangan kesultanan Banjar diarahkan ke Cochin Cina (Veitnam) tidak ke Batavia.
1634: VOC mengirim 6 kapal dagang ke Banjarmasin dipimpin Gijsbert van Londensteijn, kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Barentsz.[5]
1635 : 4 September 1635 Sultan Banjar diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw mengadakan kontrak dagang pertama di Betawi dengan Kompeni Belanda yang wakili oleh : Hendrik Brouwer, Antonio van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. VOC juga membantu Banjar untuk menaklukan bagian timur Kalimantan (Pasir).
1635 : Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai VIII sampai tahun 1650. Raja ini menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura.
1636 : Kesultanan Banjar mengklaim daerah sepanjang Kerajaan Sambas sampai Kesultanan Berau serta Karasikan sebagai wilayahnya karena saat itu Banjarmasin sudah memiliki kemampuan militer untuk menghadapi serangan dari Mataram.
1636: Pertama kali Belanda mulai berdiam di Banjarmasin ketika VOC mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollenbrant Gelijnsen.[5]
1638 : Inayatullah menjadi Sultan Banjar V sampai tahun 1645. Kesultanan Sukadana-Matan dan bawahannya Kerajaan Mempawah mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. Raja Muhammad Zainudin dari Kesultanan Matan memindahkan ibukota kerajaan dari sungai Matan ke negeri Indra Laya yang disebut Kerajaan Indra Laya.
1638 : Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC sebanyak 108 orang Belanda, 21 orang Jepang dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC di Banjarmasin.
1640 : Gubernur Jenderal VOC Antonio van Diemen memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan dan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun 1638.
1641 : Upeti yang terakhir dari Kesultanan Banjar dikirim ke Kesultanan Mataram, pengiriman upeti sempat terhenti sejak meninggalnya Sultan Demak terakhir.[5]
1650 : Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura menjadi Sultan Kutai IX sampai tahun 1665. Amiril Pengiran Maharajalila I menjabat Raja Tidung sampai tahun 1695.
1659 : Muhammad Zainuddin I (Marhum Negeri Laya) memerintah Kesultanan Sukadana-Matan (1659-1724). Abdul Jalilul Jabbar menjadi Sultan Brunei XI sampai tahun 1660.
1660 : Rakyatullah menjadi Sultan Banjar VII sampai 1663, ia membuat perjanjian dengan VOC 18 Desember 1660. Abdul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673.
1661 : Abdul Hakkul Mubin menjadi Sultan Brunei XIII sampai tahun 1673. Utusan kesultanan Sukadana-Matan datang di Kesultanan Banjar untuk melaporkan bahwa Sukadana kembali menjadi daerah pegaruh dari Kesultanan Banjar semenjak sebelumnya pada tahun 1638.
1662 : Menurut Barra pada tahun 1662 hanya ada 12 jung orang Melayu, Inggris, Portugis mengangkut lada dan emas ke Makassar, sementara di Pelabuhan Banjarmasin dipenuhi lebih dari 1000 perahu layar, baik perdagangan interinsuler maupun perdagangan inter-kontinental.
1663 : Sultan Amrullah menjadi Sultan Banjar VIII, tetapi ia kemudian dikudeta oleh Sultan Agung menjadi Sultan Banjar IX sampai tahun 1679, dengan bantuan suku Biaju dan memindahkan ibukota ke Sungai Pangeran, Banjarmasin.
21 Januari 1668 : Lamohang Daeng Mangkona mendirikan Kota Samarinda yang penduduknya dikenal sebagai orang Bugis Samarinda Seberang.
1672 : Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’idul Khairiwaddien, sebagai Raja Sintang yang pertama memakai memakai gelar yang lebih tinggi Sultan, memerintah sampai tahun 1737.
1680 : Amirullah Bagus Kusuma naik tahta kembali menjadi Sultan Banjar X sampai tahun 1700. Panembahan Adam I menjadi Raja Pasir sampai tahun 1705. Raja Senggauk menjadi Raja Mempawah.
18 Januari 1689 : Penyebar agama Katolik, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dari Goa, India.[6]
25 Juni 1689 : Kapal Portugis di bawah pimpinan Kapten Cotingo memasuki daerah Pulau Petak di kabupaten Kapuas dan menjalin hubungan dengan suku Dayak Ngaju.
1699 : Pada bulan April, dua orang bangsa Inggris Henry Watson dan Captain Cotesworth diinstruksikan mendirikan factory/gudang di Banjarmasin.[7]
1700 : Hamidullah menjadi Sultan Banjar XI sampai tahun 1734. Aji Pangeran Dipati Tua menjadi Sultan Kutai Kartanegara XII yang sampai tahun 1710. Tahun 1700 terjadi perang antara Landak dan Matan,karena perebutan pewarisan intan kobi. Landak dibantu oleh Banten dan VOC, karena itu kemudian Banten menyatakan Landak dan Matan di bawah kuasa Kesultanan Banten.
1701 : Sesudah kekalahan orang-orang Banjar dalam Perang Inggris-Banjar I pada Oktober 1701, orang-orang Cina kehilangan tempat dan hak mereka dalam pasar lada. Karena sebagian besar tindakan raja Banjar diatur oleh Inggris sebagai pemenang perang, maka diperintahkanlah semua rakyatnya untuk menjual ladanya kepada orang-orang di bawah pengawasan Inggris, yang mendirikan tempat penjagaan yang terletak di muara sungai Barito.
1703 : Sultan Aji Muhammad Alamsyah menjadi Sultan Pasir I sampai tahun 1726, untuk pertama kalinya penguasa Pasir mengambil gelar yang lebih tinggi Sultan.
1707 : Orang-orang Inggris diusir dari Banjar dalam Perang Inggris-Banjar II tahun 1707, sehingga orang-orang Cina dapat bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju. Jumlah orang-orang Cina yang berkumpul di daerah Kesultanan Banjar makin hari makin besar terdiri atas pedagang-pedagang jung dan pedagang-pedagang menetap.
1710 : Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura menjadi Sultan Kutai Kartanegara XIII sampai tahun 1735.
1724 : Pemerintahan Kerajaan Matan/Sukadana oleh Sultan Ma’aziddin (1724-1762).
1726 : Sebagai menantu dari Sultan Pasir, La Madukelleng (Pahlawan Nasional) menjabat Raja Pasir sampai tahun 1736.
1731 : Wira Amir menjadi Sultan Bulungan I sampai tahun 1777. Amiril Pengiran Dipati II menjabat Raja Tidung sampai tahun 1765.
1732 : Abubakar Kamaluddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1762. Ibukota Kesultanan Kutai dipindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.
1733 : Panglima perang dari La Madukelleng (Arung Singkang) menyerang Banjarmasin tetapi mengalami kegagalan.
1740 : Panembahan Mempawah, Opu Daeng Manambung mendatangkan pekerja tambang dari daratan Cina.
1747 : Kompeni Belanda mendirikan benteng di Pulau Tatas (Banjarmasin) merupakan permukiman Eropa pertama di Kalimantan hingga tahun 1810 kemudian ditinggalkan oleh Marshall Daendels sesuai perjanjian dengan Sultan Banjar.
1750 : Puana Dekke meminjam tanah kepada Tamjidullah I untuk mendirikan pemukiman di tenggara Kalsel yang kelak dikenal sebagai orang Bugis Pagatan.
[sunting] Zaman Kekuasaan VOC
Orang-orang Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober 1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas, Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung), Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura) merupakan induk bagi kerajaan Tayan, Meliau, Sanggau dan Mempawah. Pada tahun 1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak (vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret 1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan Sambas dan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.
1756 : Pada 20 Oktober 1756 Tamjidullah I membuat perjanjian dengan VOC berisi larangan berdagang lada dengan orang Cina, Inggris dan Prancis selanjutnya VOC akan membantu menaklukkan kembali daerah yang memisahkan diri seperti : Berau, Kutai, Paser, Sanggau, Sintang dan Lawai.
1761 : Susuhunan Nata Alam adalah Sultan Banjar XIV sampai tahun 1801, sebelumnya sebagai wali Putra Mahkota yang masih kecil.
1762 : Umar Akamuddin I menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1793. Di Brunei, Omar Ali Saifuddin I menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1795.
23 Oktober 1771 : Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie yang pada tahun 1778 direstui VOC-Belanda sebagai Sultan Pontianak I berkuasa sampai tahun 1808. Pendirian kerajaan baru di muara sungai Landak ini semula diprotes oleh Kerajaan Landak.
1772 : Sayyid Idrus Alaydrus, menantu Sultan Mahmud Badaruddin I dari Kesultanan Palembang diangkat VOC-Belanda menjadi Yang DiPertuan Kerajaan Kubu yang pertama, memerintah sampai tahun 1795.
1775 : La Pangewa, dilantik sebagai kapitan orang Bugis Pagatan bergelar Kapitan Laut Pulo oleh Sultan Tahmidullah II, setelah menggempur Pangeran Amir (Raja Kusan I) yang menyingkir hingga ke Kuala Biaju.
1777 : Republik Lanfang sebuah negara Hakka di Kalimantan Barat didirikan oleh Low Fang Pak sampai akhirnya dihancurkan oleh VOC-Belanda di tahun 1884.
1778 : Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 Landak dan Sukadana diserahkan kepada Kompeni Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC.
28 September 1782 : Pemindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara dari Pemarangan ke Tepian Pandan.
1785 : Pangeran Amir dibantu Arung Tarawe menyerang Tabaneo dengan pasukan 3000 orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar dari Tahmidullah II.[8]
13 Agustus 1787 : Sultan Tahmidullah II menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi daerah protektorat dengan Akte Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah VOC-Belanda berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan tahta. Sebagian besar Kalimantan diserahkan menjadi properti perusahaan VOC.
1788 : Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799. Sultan ini menikahi Ratu Intan I yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.
1789 : Sultan Pontianak dengan dukungan Belanda melakukan serangan terhadap Panembahan Mempawah dengan tujuan merebut wilayah Panembahan Mempawah. Kongsi Lan Fong kemudian juga mengirimkan pasukannya membantu pasukan Sultan Pontianak. Panembahan Mempawah kalah kemudian Raja Panembahan Mempawah mengundurkan dirinya ke daerah Karangan dan kemudian menetap di sana.
1795 : Muhammad Tajuddin menjadi Sultan Brunei IX sampai tahun 1807. Memerintahkan Khatib Haji Abdul Latif menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei serta memerintahkan supaya membuat rumah wakaf untuk jamaah haji Brunei di Mekkah.
1797 : Kedaulatan atas daerah Paser dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.
[sunting] Zaman Hindia Belanda
1810 : Sultan Alimuddin menjadi sultan pertama Kesultanan Sambaliung, pecahan Kesultanan Berau yang dibagi dua.
1814 : Ratu Imanuddin memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama ke Pangkalan Bun.
1817 : 1 Januari 1817 Kontrak Persetujuan Karang Intan I antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt.
1819 : Syarif Osman Alkadrie menjadi Sultan Pontianak III sampai tahun 1855. Ia ditunjuk Pemerintah Hindia Belanda untuk memimpin Afdeeling Pontianak.
1820 : Zainul Abidin II bin Badruddin (1820 - 1834) menjadi Sultan Gunung Tabur I, pecahan dari Kesultanan Berau. Pangeran Musa menantu Sultan Sulaiman dari Banjar menjadi Raja Kusan II sampai tahun 1830.
1823 : 13 September 1823 : Kontrak Persetujuan Karang Intan II antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.
1825 : Adam Alwasikh Billah menjadi Sultan Banjar XVI sampai tahun 1857. Di Brunei, Muhammad Alam menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1828.
1825 : Bulan Juli 1825, Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu menjalin kontrak dengan Hindia Belanda.
1826 : Setelah serangan penaklukan keraton Banjar di Banjarmasin pada tahun 1826, Hindia Belanda telah membuat aturan daerah mana saja yang masih dikuasai Kesultanan Banjar dan menentukan pembagian wilayah-wilayah.
1837 : Berdirinya swapraja Kerajaan Matan berdiri dengan rajanya Panembahan Anom Kusuma Negara.
1841 : Pangeran Aji Jawi, Raja Tanah Bumbu mangkat. Pangeran Mangku Bumi menjadi Raja Sampanahan, Pangeran Muda Muhammad Arifbillah menjadi Raja Cengal, Manunggul, Bangkalaan, sedangkan Raja Aji Mandura sebagai Raja Cantung.
18 Agustus 1842 : James Brooke diberi gelar Rajah oleh Sultan Brunei. James Brooke menguasai wilayah Sarawak yang paling barat hingga kematiannya pada 1868.
11 Oktober 1844 : Sultan Kutai mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin.
1845 : Swapraja Kerajaan Matan dipimpin oleh Panembahan Muhamamad Cabran dari tahun 1845-1908.
18 Maret 1845 : Kontrak dengan Hindia Belanda mengenai wilayah Kesultanan Banjar. Wilayah baru ini lebih kecil dibanding dengan sebelumnya, yaitu hanya daerah inti dari Kesultanan Banjar dan tidak mempunyai akses ke laut. Dan Belanda mengangkat gubernur bernama Weddik. [5]
1846 : Raja Aji Mandura, menggabungkan negeri Buntar-Laut dengan Kerajaan Cantung, sehingga ia menjadi Raja Cantung dan Buntar-Laut.
1846 : Abu Bakar Tadjuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1854. Masa pemerintahan Ratu Intan II, ratu dari Bangkalaan, Manoenggoel dan Tjingal.
28 September 1849 : Gubernur Jenderal J.J. Rochussen datang ke Pengaron di Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan Tambang Batu Bara Oranje Nassau Bentang Emas.
1850 : Pangeran Akhmad Hermansyah menjadi Raja Kotawaringin sampai tahun 1865. Aji Muhammad Sulaiman menjadi Sultan Kutai XVIII sampai tahun 1899. Pangeran Jaya Sumitra menjadi Raja Pulau Laut I sampai tahun 1861.
8 Agustus 1852 : Tanpa persetujuan Sultan Adam, Pangeran Tamjidillah II diangkat menjadi Sultan Muda oleh Pemerintah Hindia Belanda merangkap Mangkubumi di Kesultanan Banjar. Hindia Belanda dan Tamjidilah II sudah membangun konsesus dalam mendapatkan tanah apanase di Pengaron sebagai wilayah pertambangan batu bara.
1853 : Pemerintah Hindia Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Asisten Residen di Samarinda. Sultan Sepuh II Alamsyah menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1875.
9 Oktober 1856 : Hindia Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai Mangkubumi Banjar untuk meredam pergolakan di Kesultanan Banjar atas tersingkirnya Pangeran Hidayatullah yang didukung oleh kaum ulama dan bangsawan keraton serta telah mendapat wasiat dari Sultan Adam sebagai Sultan Banjar.
30 April 1856 : Pangeran Hidayatullah II menandatangani persetujuan pemberian konsesi tambang batu bara kepada Hindia Belanda karena pengangkatannya sebagai Mangkubumi Banjar.
1857 : Tamjidillah Alwasikh Billah diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar XVII sampai tahun 1860 kemudian dimakzulkan dan dikirim Belanda ke Bogor.
18 April 1859 : Penyerangan terhadap tambang Oranje Nassau dipimpin langsung oleh Pangeran Antasari dibantu oleh Pembekal Ali Akbar dan Mantri Temeng Yuda atas persetujuan Pangeran Hidayatulah II.
25 Juni 1859 : Hindia Belanda memakzulkan Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar sebagai hasil kesepakatan Mangkubumi Pangeran Hidayatullah II dan Kolonel Andresen untuk memulihkan keadaan. Dengan siasat menempatkan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar dan menurunkan Tamjidillah II karena Belanda menilai penyerangan tambang mereka berkaitan dengan kekuasaan di Kesultanan Banjar.
5 Februari 1860 : Belanda mengumumkan bahwa jabatan Mangkubumi Pangeran Hidayat dihapuskan.[11]
11 Juni 1860 : Residen Belanda, I. N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan kerajaan di seluruh Kalimantan, termasuk pemerintahan Kesultanan Banjar.
1860 : Pangeran Syarif Ali Alaydrus putera dari Syarif Idrus Alaydrus raja Kerajaan Kubu diangkat Belanda menjadi Raja Sabamban I
14 Maret 1862 : Pangeran Antasari ditabalkan sebagai Panembahan (Sultan Banjar XVIII) oleh para kepala suku Dayak yang dipimpin oleh Kiai Yang Pati Jaya Raja, adipati (gubernur) wilayah Tanah Dusun, Kapuas dan Kahayan.
1862 : Gusti Muhammad Seman menjadi Sultan Banjar XIX dalam pemerintahan Pagustian sampai gugur di tembak Belanda pada tahun 1905.
1863 : Suku Iban bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rajang, dan menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.
1876 : Perang Sukadana dengan Pontianak, pelabuhan Sukadana akhirnya ditutup. Sultan Abdur Rahman Alamsyah (1876 - 1896) dinobatkan oleh rakyat menjadi Sultan Pasir di Benua dan Sultan Muhammad Ali (1876 – 1898) dinobatkan oleh Belanda menjadi Sultan Pasir di Muara Pasir.
1877 : Abdul Momin membuat perjanjian dengan Gustavus Baron de Over-back dan Alfred Dent mengenai penggadaian terhadap wilayah-wilayah Brunei di Sabah.
1881 : Sabah diambil alih oleh British North Borneo Company kemudian menjadi protektorat Britania Raya dengan masalah internal tetap diadministrasi oleh perusahaan tersebut tahun 1888. Pangeran Amir Husin Kasuma menjadi Raja Pulau Laut IV sampai tahun 1900.
1894 : Pertemuan suku-suku Dayak di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah untuk mengakhiri tradisi ngayau.
1895 : Pencatatan penduduk Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo terdiri : 598 orang Eropa, 4.525 orang China, 1.534 orang Arab, 116 orang Timur Asing serta 803.013 orang Bumiputera. Syarif Muhammad Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VI sampai tahun 1944.
1899 : Residen C.A Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. Aji Muhammad Alimuddin menjadi Sultan Kutai XIX sampai 1910. Sultan Ibrahim Khaliluddin menjadi Sultan Pasir sampai tahun 1908.
1903 : Sultan Brunei mengutus surat kepada Sultan Abdul Hamid II, Turki Usmaniyah karena Limbang (wilayah Brunei) direbut oleh Charles Brooke pada tahun 1890.
24 Januari 1905 : Sultan Muhammad Seman, putra dari Pangeran Antasari gugur melawan Belanda di pedalaman sungai Barito.
1906 : Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin menandatangani Perjanjian Protektorat Inggris atas Brunei dan menerima Sistem Residen di Brunei. Penggantinya, Muhammad Jamalul Alam II menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1924.
1919 : Banjarmasin ibukota Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat otonomi pemerintahan menjadi Gemeente Bandjermasin.
1920 : Untuk menghindari rodi (erakan) yang dijalankan Belanda gelombang terakhir suku Banjar migrasi menyusuri jalur selatan Kalimantan Barat, pantai utara Bangka (Belinyu) menuju Kuala Tungkal dan Tembilahan selanjutnya menyebar ke Sumatera Utara, Batu Pahat dan Perak, Malaysia. Jalur ini merupakan jalur kuno migrasi Suku Maanyan ke Madagaskar.
1924 : Muhammad Ali Syafeiuddin II menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1926 dan di Brunei, Ahmad Tajuddin menjadi Sultan Brunei sampai tahun 1950. Di Banjarmasin, J. De Haan menggantikan kedudukan C.J. Van Kempen sebagai residen Belanda sampai tahun 1929
29 Maret-31 Maret 1924 : National Borneo Congres ke-2, dihadiri Sarekat Islam lokal dan wakil-wakil Perserikatan Dayak (non Islam).
12 Juni 1936: Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Tanjung Puting sebagai cagar alam dan suaka margasatwa.
1938 : Residentie Wester Afdeeling van Borneo dan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo menjadi sebuah Kegubernuran Borneo dengan dr. A. Haga sebagai gubernur sampai kedatangan Jepang. Gemeente Bandjermasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Bandjermasin.
[sunting] Zaman Jepang
21 Januari 1942 : Jepang menembak jatuh pesawat Catalina-Belanda di sungai Barito perairan Alalak, Barito Kuala.
8 Februari 1942 : Jepang memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas selanjutnya menuju pedalaman Barito yaitu Puruk Cahu, dengan rencana untuk merebut kembali ibukota Borneo (Banjarmasin) dengan perang gerilya.
10 Februari 1942 : Tentara Jepang memasuki Banjarmasin, ibukota Borneo (Kalimantan).
12 Februari 1942 : Tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Banjarmasin dan daerahnya diserahkan kepada Pimpinan Pemerintahan Civil.
18 Maret 1942 : Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma ditunjuk Jepang sebagai Ridzie, penguasa tertinggi pemerintah sipil meliputi wilayah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito.
1944 : Syarif Thaha Alkadrie menjadi Sultan Pontianak VII sampai tahun 1945.Muhammad Taufik menjadi Sultan Sambas sampai tahun 1984.
17 April 1945 : Rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
[sunting] Zaman NICA dan Federalisme
Setelah mengambil alih Kalimantan dari tangan Jepang, NICA mendesak kaum Federal Kalimantan untuk segera mendirikan Negara Kalimantan menyusul Negara Indonesia Timur yang telah berdiri. Maka dibentuklah Dewan Kalimantan Barat tanggal 28 Oktober 1946, yang menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 1947; dengan Kepala Daerah, Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak dengan pangkat Mayor Jenderal. Wilayahnya terdiri atas 13 kerajaan sebagai swapraja seperti pada jaman Hindia Belanda yaitu Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Tayan, Meliau, Sekadau, Sintang, Selimbau, Simpang, Sukadana dan Matan.
Pangeran Muhammad Noor
Dewan Dayak Besar dibentuk tanggal 7 Desember 1946, dan selanjutnya tanggal 8 Januari 1947 dibentuk Dewan Pagatan, Dewan Pulau Laut dan Dewan Cantung Sampanahan yang bergabung menjadi Federasi Kalimantan Tenggara. Kemudian tanggal 18 Februari 1947 dibentuk Dewan Pasir dan Federasi Kalimantan Timur, yang akhirnya pada tanggal 26 Agustus 1947 bergabung menjadi Dewan Kalimantan Timur. Selanjutnya Daerah Kalimantan Timur menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Timur dengan Kepala Daerah, Sultan Aji Muhammad Parikesit dari Kesultanan Kutai dengan pangkat Kolonel. Daerah Banjar yang sudah terjepit daerah federal akhirnya dibentuk Dewan Banjar tanggal 14 Januari 1948.
Gubernur Kalimantan dalam pemerintahan Pemerintah RI di Yogyakarta, yaitu Pangeran Muhammad Noor, mengirim Cilik Riwut dan Hasan Basry dalam misi perjuangan mempertahankan kemerdekaan untuk menghadapi kekuatan NICA. Pada tanggal 17 Mei 1949, Letkol Hasan Basry selaku Gubernur Tentara ALRI Wilayah IV Pertahanan Kalimantan memproklamirkan sebuah Proklamasi Kalimantan yang isinya bahwa "Kalimantan" tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Gubernur Militer ini merupakan upaya tandingan terhadap terbentuknya Dewan Banjar yang didirikan Belanda.
Di masa Republik Indonesia Serikat, Kalimantan menjadi beberapa satuan-kenegaraan yaitu :
Daerah Istimewa Kalimantan Barat dengan ibukota Pontianak.
Federasi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda.
Dayak Besar dengan ibukota sementara Banjarmasin.
Daerah Banjar dengan ibukota Banjarmasin.
Federasi Kalimantan Tenggara dengan ibukota Kotabaru.
Sejak tahun 1938, Borneo-Hindia Belanda (Kalimantan) merupakan satu kesatuan daerah administratif di bawah seorang gubernur, yang berkedudukan di Banjarmasin, dan memiliki wakil di Volksrad. Wakil Kalimantan di Volksrad :
Pangeran Muhammad Ali (sebelum 1935) digantikan anaknya,
Gubernur Borneo
Dr. A. Haga (1938-1942), gubernur dari Kegubernuran Borneo berkedudukan di Banjarmasin
Pangeran Musa Ardi Kesuma (1942-1945), Ridzie Kalimantan Selatan dan Tengah
Ir. Pangeran Muhammad Noor (2 September 1945), gubernur Kalimantan berkedudukan di Yogyakarta
dr. Moerjani (14 Agustus 1950), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
Pembentukan kembali provinsi Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 sesudah bubarnya RIS, diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan (dahulu bernama provinsi Kalimantan, salah satu provinsi pertama). Hingga tahun 1956 Kalimantan dibagi menjadi 3 provinsi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat. Selanjutnya pada tanggal 23 Mei 1957, secara resmi terbentuklah propinsi Kalimantan Tengah yang sebelumnya bernama Daerah Dayak Besar sebagai bentuk pemisahan diri dari Kalimantan Selatan, berdiri menjadi provinsi ke-17 yang independen.
2 September 1945 : Pemerintahan Sukarno-Hatta melantik Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan.
17 Oktober 1945 : Penerjunan pertama pasukan payung Republik Indonesia di Desa Sambi, Arut Utara, Kotawaringin Barat (Palagan Sambi). Tanggal ini menjadi Hari Jadi Paskhas TNI AU.
9 November 1945 : Pertempuran di Banjarmasin melawan Belanda.
1946 : Pemerintahan perusahaan British North Borneo Company berakhir dan Sabah menjadi koloni dari British North Borneo sampai menjadi federasi Malaysia pada 1963.
17 Mei 1949 : Proklamasi Kalimantan oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan oleh Letkol. Hasan Basry (Pahlawan Nasional).
[sunting] Zaman modern
14 Agustus 1950 : Pembentukan provinsi Kalimantan setelah bubarnya RIS dengan gubernur dr. Moerjani, tetap diperingati sebagai Hari Jadi Propinsi Kalimantan Selatan.
23 September 1953 : Wafatnya Ratu Zaleha, putri Sultan Muhammad Seman, tokoh emansipasi wanita Kalimantan, sebelumnya diasingkan di Cianjur.
4 Oktober 1956 : Sidang Kabinet memutuskan untuk memekarkan Propinsi Kalimantan menjadi tiga provinsi otonom.
7 Desember 1956 : Kalimantan dipecah menjadi provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
8 Desember 1962 : Revolusi Brunei pecah yang dipimpin oleh Yassin Affandi dan pemberontak bersenjatanya (Tentara Nasional Kalimantan Utara).
4 Januari 1979 : Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan.
1984 : Pangeran Ratu Winata Kusuma sebagai kepala rumah tangga Kesultanan Sambas.
1999 : Haji Aji Muhammad Salehuddin II menjadi Raja Kutai Kartanegara XXI hingga kini.
26 Mei - 29 Mei 2008 : Rakernas I Majelis Adat Dayak Nasional di Palangkaraya menuntut Otonomi Khusus untuk Kalimantan
[sunting] Kerajaan yang pernah ada
Daftar kerajaan-kerajaan sejak masa zaman Hindu sampai kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh kolonial Belanda, diantaranya masih eksis yang sekarang disebut keraton saja, kecuali Brunei adalah :
[sunting] Referensi
^ (ms)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
^ (id) Rosihan Anwar, Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia, Jilid 1, Penerbit Buku Kompas, 2004 ISBN 979-709-141-4, 9789797091415
^ (id) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN 979-415-188-2, 9789794151884
^ (id) Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Volume 2, Bulan Bintang, 1966
^ (en) A. B. Feuer, Australian commandos: their secret war against the Japanese in World War II, Stackpole Military history series, Stackpole Books, 2006, ISBN 0-8117-3294-0, 9780811732949
^ [http://books.google.co.id/books?id=QrL5g_wp3i8C&lpg=PA42&dq=balikpapan%20banjarmasin&pg=PA43#v=onepage&q=balikpapan%20banjarmasin&f=true (id) Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Volume 1, Kepustakaan Populer Gramedia, 1999 ISBN 9799023270, 9789799023278]. Diakses 3 September 2010